Kamis, 20 Maret 2014

BA'I MURABAHAH

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Dalam ajaran islam kita dianjurkan berhubungan dengan sesama manusia (muamalah)/ hablumminanas selain berhubungan dengan Tuhan/ habluminallah, hubungan dengan sesama manusia berifat horizontal artinya kita membutuhkan perantara tapi hubungan dengan Tuhan bersifat vertikal artinya  langsung (direct) tanpa perantara.
Membahas hubungan sesama manusia kita diharuskan mempelajari etika-etika dan norma baik yang terdapat dalam ajaran agama maupun dalam masyarakat tersebut, perilaku muamalah tidak diperbolehkan melanggar aturan yang ditetapkan dalam agama dan juga tidak diperkenankan melampaui tradisi masyarakat bersangkutan.
Diera modern seperti ini muamalah sudah banyak macamnya dan bahkan Al-quran dan hadist pun yang dijadikan sebagai rujukan dan sumber utama hukum dalam agama islam mulai ada penafsiran dan penta’wilan suatu ayat atau hadist, contohnya hal murababah.
Murabahah adalah salah satu produk dari lembaga keuangan syariah, diantara banyaknya produk lembaga keunggan syariah lainnya.
Dari pembahasan diatas penulis tertarik untuk membahas salah satun produk  keuangan syariah yaitu BA’I MURABAHAH untuk mengetahuai apa itu produk murabahah itu, sistemnya, dan landasan hukumnya.

B.     Rumusan Masalah
1.    Apa definisi murabahah
2.    Bagaimana sitem murabahah
3.    Apa dasar hukum murabahah
4.    Apa saja rukun dan syarat murabahah
5.    Ketentuan umum murabahah

C.     Pembatasan Masalah
1.    Apa definisi murabahah
2.    Bagaimana sitem murabahah
3.    Apa dasar hukum murabahah
4.    Apa saja rukun dan syarat murabahah
5.    Ketentuan umum murabahah

D.    Tujuan  
1.      Untuk mengkaji murabahah
2.      Untuk mengetahui  dasar hukum, sistem dan syarat serta rukun murabahah
3.      Memberikan pengetahuan baru bagi siwa dan siwi tentang murabahah
4.      Utuk memenuhi tugas  fiqih muamalah

E.     Manfaat
1.      Menyediakan informasi mengenai murabahah
2.      Memberikan gambaran mengenai sistem murabahah
3.      Mengetahui secara jelas tentang rukun, syrat dan dasar hukum murabahah























BAB II
BA’I MURABAHAH
Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syari’at berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahasa Arab.  Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syari’at ataukah hanya rekayasa semata.
Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam rubrik fikih kali ini kami angkat salah satu produk tersebut untuk melihat kehalalannya dalam tinjauan fikih islami.
Jual beli Murabahah (Bai’ al-Murabahah) demikianlah istilah yang banyak diusung lembaga keuangan tersebut sebagai bentuk dari Financing (pembiayaan) yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syari’at menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syari’at ini dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:
  1. al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’
  2. al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’
  3. Bai’ al-Muwa’adah
  4. al-Murabahah al-Mashrafiyah
  5. al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP)
A. DEFINISI BA’I MURABAHAH
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan)  Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui.   Hakekatnya adalah menjual barang dengan harga (modal) nya yang diketahui kedua belah transaktor (penjual dan pembeli) dengan keuntungan yang diketahui keduanya. Sehingga penjual menyatakan modalnya adalah seratus ribu rupiah dan saya jual kepada kamu dengan keuntungan sepuluh ribu rupiah.
Syeikh Bakr Abu Zaid menyatakan: (Inilah pengertian yang ada dalam pernyataan mereka: Saya menjual barang ini dengan sistem murabahah… rukun akad ini adalah pengetahuan kedua belah pihak tentang nilai modal pembelian dan nilai keuntungannya, dimana hal itu diketahui kedua belah pihak maka jual belinya shohih dan bila tidak diketahui maka batil. Bentuk jual beli Murabahah seperti ini adalah boleh tanpa ada khilaf diantara ulama, sebagaimana disampaikan ibnu Qudaamah, bahkan Ibnu Hubairoh  menyampaikan ijma’ dalam hal itu demikian juga al-Kaasaani).
Inilah jual beli Murabahah yang ada dalam kitab-kitab ulama fikih terdahulu. Namun jual beli Murabahah yang sedang marak di masa ini tidaklah demikian bentuknya. Jual beli Murabahah sekarang berlaku di lembaga-lembaga keuangan syari’at lebih komplek daripada yang berlaku dimasa lalu. Oleh karena itu para ulama kontemporer dan para peneliti ekonomi islam memberikan definisi berbeda sehingga apakah hukumnya sama ataukah berbeda?
Diantara definisi yang disampaikan mereka adalah:
  1. Bank melaksanakan realisai permintaan orang yang bertransaksi dengannya dengan dasar pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua (nasabah) dengan dana yang dibayarkan bank -secara penuh atau sebagian- dan itu dibarengi dengan keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan tersebut dengan keuntungan yang disepakati didepan (diawal transaksi).
  2. Lembaga keuangan bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan melakukan pembelian barang baik yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak. Kemudian nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut setelah itu dan lembaga keuangan itupun terikat untuk menjualnya kepadanya. Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang dan ditentukan nisbat tambahan (profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.
  3. Orang yang ingin membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan, karena ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan nilai barang tersebut dan karena penjual (pemilik barang) tidak menjualnya secara tempo. Kemudian lembaga keuangan membelinya dengan kontan dan menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan tempo yang lebih tinggi.
  4. Ia adalah yang terdiri dari tiga pihak; penjual, pembeli dan bank dengan tinjauan sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang) dan pembeli. Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah pembeli menentukan keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.
Definis-definisi diatas cukup jelas memberikan gambaran jual beli murabahah ini.
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
B. SISTEM GAMBARAN MURABAHAH
Dari definisi diatas dan praktek yang ada di lingkungan lembaga keuangan syariat didunia dapat disimpulkan ada tiga bentuk:
1.    Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan antara dua pihak sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya dengan menyebutkan nilai keuntungannya dimuka . Hal itu dengan datangnya nasabah kepada lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan sifat tertentu. Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat untuk membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo dan keuntungannya.
2.    Pelaksanaan janji (al-Muwaa’adah) tidak mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu dengan ketentuan nasabah yang ingin membeli barang tertentu, lalu pergi ke lembaga keuangan dan terjadi antara keduanya perjanjian dari nasabah untuk membeli dan dari lembaga keuangan untuk membelinya. Janji ini tidak dianggap kesepakatan sebagaimana juga janji tersebut tidak mengikat pada kedua belah pihak. Bentuk gambaran ini bisa dibagi dalam dua keadaan:
a.    Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka.
b.    Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya.
3.    Pelaksanaan janji mengikat lembaga keuangan tanpa nasabah. Inilah yang diamalkan di bank Faishol al-Islami di Sudan. Hal itu dengan ketentuan akad transaksi mengikat bank dan tidak mengikat nasabah sehingga nasabah memiliki hak Khiyar (memilih) apabila melihat barangnya untuk menyempurnakan transaksi atau menggagalkannya.
C. HUKUM BA’I MURABAHAH
Dalam islam,perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai moral,sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat islami.           
·         Al-Qur'an
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela diantaramu. . . . ." (QS.4:29)

 "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.2:275)
D. JENIS MURABAHAH
1.        Murabahah Berdasarkan Pesanan/Murabahah Kepada Pemesan Pembelian (KPP)
Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat  bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut.

2.        Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
E. RUKUN DAN SYARAT MURABAHAH
Rukun Murabahah
            Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan tersebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis.
            Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual (Ba'I'), orang yang membeli (Musytari), Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.

Syarat Murabahah
1.      Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2.      Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3.      Kontrak harus bebas dari riba
4.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian
5.      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang
Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis. Apabila syarat ini tidak dipenuhi, maka murabahah tidak boleh digunakan dan cacat menurut syariat.
·         Al-Hadist
Dari Abu Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)
F.   KETENTUAN-KETENTUAN MURABAHAH
1.      Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2.      Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
3.      Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah.
4.      Dalam system murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5.      Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.
6.      Harus selalu diingat bahwa pada mula murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan, melainkan hanya alat untuk menghndar dari “bunga”.
7.      Murabahah muncul bukan hanya untuk menggantikan “bungan” dengan “keuntungan”, melainkan sebagai bentuk pembiayaan yang diperoleh oleh ulama syariah dengan syarat-syarat tertentu.
KETENTUAN UMUM MURABAHAH
a.    Jaminan
Pada dasarnya, jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam bai’ al-murabahah. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak main-main dengan pesanan. Si pembeli (penyedia barang/ bank) dapat meminta si pemesan (pemohon/ nasabah) suatu jaminan (rahn) untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran hutang.
b.    Penundaan Pembayaran oleh Debitur Mampu
Seorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam al-murabahah ini. Bila seseorang pemesan menunda penyelesaian utang tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan: mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan.
c.    Bangkrut
Jika pemesanan yang berutang dianggap pailit dan gagak menyelesaikan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu, kreditor harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali.



BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ba’i murabahah adalah salah satu produk dari lembaga keuangan dimana pengetiannya adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit dan hukum dari murabahah sendiri adalah mubah sesuai ayat alquran
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.2:275)
B. SARAN
Dengan tidak ada maksud untuk menggurui atau mendoktrin sebuah pendapat, penulis menyarankan agar setiap transaksi muamalat harus berlandaskan syariat dan tidak pula melanggar norma dan hukum yang sudah ditetapkan oleh sistem masyarakat tersebut.





















DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi, 2010, Fiqih Muamalah, Jakarta, Rajawali pers
Ath-thayyar,  Abdullah bin Muhamad. Al-muthlaq, Abdullah bin Muhamad. Muhamad Bin Ibrahim 2004, Ensiklopedi fiqih muamalah, yogyakarta, maktabah al-hanif
Ascarya, 2007, Akad & Produk Bank Syariah, Jakarta, Rajagrafindo Indonesia
Antonio,muhamad, syafi’i, 2001, Bank syariah dari teori ke praktik, Jakarta, gema insani











Tidak ada komentar:

Posting Komentar