BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam agama islam kita kenal dengan 3 pilar penting yaitu aqidah,
akhlak dan syariah, ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang penting dalam
pilar agama Islam walaupun ketiga-tiganya merupakan suatu hal yang berbeda satu
sama lainnya tetapi ketiganya mempunyai hubungan saling membutuhkan untuk
tegakya agama ini.
Aqidah setiap agama pada
agama-agama yang dibawa nabi dan rasul yang diutus Allah adalah sama yaitu mengajarkan tauhidullah (mengesakan
Allah azawajala),tetapi berbeda dalam hal syariatnya, setiap nabi dan rasul
mempunyai syariat masing-masing dan itu disesuaikan dengan kondisi masyarakat
pada masa itu, syariat agama islam yang dibawa oleh khotimul anbiya (penutup
paranabi) yaitu nabi Muhamad S.A.W adalh syariat yang paling lengkap karena
menyempurnakan syariat nabi-nabi dan rasul–rasul sebelumnya. Ini sesuai dengan
Qs al-maidah ayat 3 yang berbunyi
………..pada hari
ini Aku sempurnakan bagimu agama mu dan Aku cukupkan bagimu nikmtKu dan Aku
ridhai islam sebagai agamamu……(Al-Maidah ayat 3)
Dari ayat diatas jelas bahwa syariat Islam telah sempurna dibanding
dengan agama-agama lain yang dibawa nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum nabi
Muhamad. Contohnya adalah dulu perintah shalat sampai 50 raka’at tapi umat islam
hanya lima raka’at dan pada masa nabi Musa taubat harus dengan melakukan bunuh
diri tetapi dalam islam cukup dengan taubatan nasuha.
Selain pilar-pilar agama tadi dalam agama Islam kita kenal dengan
hablumminallah dan hablumminanas, apa itu hablumminallah dan hablumminanas?.
Hablumminallah adalah hubungan kita dengan Tuhan secara vertikal dan bersifat direct atau langsung contohnya dalam
ibadah makhdoh yaitu shalat, puasa DLL, sementara hablumminanas adalah hubungan
kita dengan sesama manusia, ini pun perlu utuk menjaga keseimbangan dalam
menjalani kehidupan, kenapa perlu hablumminanas?. karena kita dalam menjalani
kehidupan dunia ini pastilah kita membutuhkan orang lain karena kita makhluk
social.
Keduanya haruslah seimbang antara hablumminallah dan hablumminas,
kita tidak boleh hanya mementingkan akhirat saja dan sampai-sampai kehidupan
dunia dilalaikan dan begitupun sebaliknya jangan terbuai dengan kehidupan dunia
yang fana dan harus juga memperhatikan kehidupan akhirat yang lebih kekal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Qs al-qashas ayat 27.
Dan carilah apa
yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negri akhirat dan
janganlah kamu melupakan bagianmudari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimna Allah tealh berbuat naik
kepdamu…….(Al-Qashash:27)
Dalam ayat itu jelas terkandumg maksud bahwa kita dalam menjalankan
kehidupan yang telah Allah berikan kepada kita haruslah adil, maksudnya kita
hidup di dunia ini memang untuk ibadah dan mencapai kesejahteraan akhirat tetapi
Allah juga berpesan bahwa jangan sampai kita meliupakan bagian kehidupan
didunia ini.
Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dan
dalam jenis yang berbeda ini sesuai dengan Qs al-hujarat ayat 13 yang berbunyi
Wahai manusia
sesungguhnya kami ciptakan kalian dalam bentuk jenislaki-laki dan peremmpuan
dan kami jadikan pula kalian dalam jenis suku dan bangsa yang
berbeda-beda…….(Al-Hujarat:13)
Ayat ini sudah sangat jelas bahwa Allat menciptakan manusia tidak
dalam satu bentuk dan satu umat saja tetapi berbeda-beda baik dengan umat
sebelumnya maupun denga suku dan ras yag lain, dalam hal ini banyak terkandung
hikmah dari sifat manuia yang sering sekali bosan oleh karena itu maka Allah
menciptakan kehidupan ini lebih berwarna dengan banyaknya bangsa, ras dan suku
bahkan jenis kelamin yang berbeda.
Sebenarnya bukan hanya itu hikmahnya masih banyak yang lainnya di antaranya
adalah syariat. Seperti yang telah dipaparkan tadi, syariat setiap umat yang
dibawa oleh nabi-nabi dan rasul-raula pastilah mempuyai perbedaan. Itu
dikarenakan syariat setiap umat disesuaikan dengan kondisi masa itu.
Syariat lebih condong membahas hablumminanas yaitu hubungan dengan
sesama manusia. Dalam hablunminanas ada suatu aturan-aturan tersendiri yang
ditetapkan oleh Allah dan rasulnya itu yang dinamakan dengan muamalat.
Muamalat bisa diartikan aturan yang membahas hubungan dangan sesama
manusia. Dan dalam muamalat untuk melandasinya dengan ketentuah hukum maka haru
dikaji dal prespektif fiqih karena fiqih adalah cabang dari syariat yang
membahs tentang hukum yang dibebankan kepada mukalaf. Oleh karena itu kita
kenal dengan istilah fiqih muamalat.
Salah satu kajian dalam muamalat adalah mengenai jual beli atau “Ba’I”,
jual beli sendiri dalam islam hukumnya adalah mubah atau boleh bahkan di
sunahkan sebagimana firman Allah dalam Qs Al-Baqarah ayat 275 yang penggalan
artinya adalah “Allah menghalalkan jaul beli dan mengaharamkan riba” dan
hadist nabi Muahammad S.A.W “Jual
beli dapat melakukan khiar selama keduanya belum berpisah”
Jaul beli sendiri merupakan salah satu dari muamalat yang memiliki
karakteristik, rukun, syarat, dan hal –hal yang dilarang dan dibolehkan dalam
jaul beli. Oleh karena itu jual beli merupakan muamalat yang cukup sering
mendapat perhatian dikalanagan ulama melalui literatur – literatur kitab klasik
maupun modern.
Pemaparan
mengenai latar belakang diatas yang membuat penulis memilih judul ini yaitu jual
beli atau “Al- Ba’I” dalam membuat makalah ini, dengan maksud
memaparkan sejelas- jelasnya mengenai apa itu jual beli dan segala aspek yang
terkandung didalamnya.
B.
Permasalahan dan pembatasan masalah
Mengacu
pada latar belakang diatas dapat teridentifikasi banyak sekali permasalahan
dalam muamalat pada umumnya dan jual beli pada khususnya, oleh karena itu perlu
adanya pembatasan masalah dan perumusannya, agar makalah ini lebih terarah
dalam pembahasannya dengan mengunakan pertanyaan – pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa itu jual beli?
2.
Jelaskan
Macam – macam jual beli?
3.
Apa
dasar Hukum jual beli?
4.
Apa rukun
dan syarat jual beli?
C.
Tujuan penulisan
1.
Memberikan
dan membuka wawasan tentang jual beli bagi mahasiswa dan kalanagna akademisi
menyangkut jual bali
2.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah aspek – aspek hukum asuransi syaraiah
D.
Manfaat penulisan
1.
Menambah
pengetahauan bagi penulsi sendiri
2.
Sebagai
salah satu sumber representative bagi yang membutuhkan pengetahuan mengenai
jual beli
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi jual beli
Secara etimologis buyu’ diartikan
sebagai kegiatan tukar menukar (barter) secara mutlak. Sedangkan menurut
pendapat dari syaikh M. ash-shalih al-utsmani R.A adalah mengambil sesuatu dan
memberikan sesuatu meskipun dalam bentuk ariyyah (sewa) dan wadiah (titipan)
dan disebutnya juga dengan al-ba’I, at-tijarah dan al-mubadalah sebagaimana
firman Allah S.W.T dalam Qs Al- fathir:29
Mereka
mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi (Qs Al-fathir:29)
Sedangkan definisi secara
teminologis itu sendiri para fuqahah berbeda pendapat tentang mendefinisikan
buyu’ atau jual beli. Akan tetapi dari perbedaan definisi itu dapat disimpulkan
bahwa jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta atau dengan barang
berharga lainnya seperti uang dan emas termasuk didalamnya adalah jasa denagn
saling merelakan.
Dari beberapa definisi diatas dapat
dipahami bahwa inti dari jual beli adalahsuatu aqad tukar menukar dengan saling
merelakan baik itu dengan benda lagi atau dengan barang berharga lainnya.
Jual beli menurut madzhab malikiyah
dibagi menjadi dua yaitu jual beli umum dan jual beli khusus, jual beli yang
bersifat umum adalah suatu prikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan kenikmatan, sedangkan jual beli dalam arti khusus adalah iaktan
tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan juga bukan kelezatan yang
mempunyai daya tarik, penukaranya bukan emas dan bukan pula perak bendanya
dapat dilealisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan uang
baik barang itu dihadapan pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui
sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.
B. Rukun
dan syarat Jual beli
Rukun jal beli
1. Penjual
dan pembeli
2. Aqad
jual beli yaitu shigat ijab dan qabul
3. Objek
yang diaqadkan
4. Harga
barang termasuk didalamnya adalah pembayaran dari pembeli
Sedangkan syarat sendiri adalah
mengikuti dari rukun jaul beli, yaitu syarat-syarat dari jual beli harus sesuai
dengan syariah sepeti berakal dan objek
yang ditransaksikan harus bermanfaat. Syarat dari jual beli dapat
diklasifikasikan menjadi tiga golongan yitu
a. Syarat
dari objek yang diperjual belikan
Syaratnya adalah bahwa benda itu harus
ada pada waktu transaksi atau dengan menyebutkan karakteristiknya secara jelas,
dan benda itu harus bermanfaat , milik sendiri, diketahui oleh kedua belah
pihak, dan tidak termasuk barang yang diharamkan oleh syar’i.
b. Syarat dari pihak yang melakukan aqad
Penjual dan pembeli harus berakal,
dan mumayiz yaitu dapat membedakan yang baik dan buruk serta dalam melakukan
transaksi adalah suka sama suka tanpa paksaan.
c. Syarat
dari aqad jual beli
Adalah aqad tidak boleh terputus,
dan dapat dengan bersuara atau dengan cara lain, Akan tetapi jika sudah menjadi
urf maka aqad langsung secara otomatis menjadi sah alau belum adanya ucapan
ijab dan qabul, Serta tidak ada yang memisahkan.
C. Dasar
hukum jual beli
Dasar hukum jual beli adalah sesuai
dengan Al-quran dan hadist nabi Muhamad S.A.W, serta ijma dari para ulama.
dalam Al-quran Allah S.W.T berfirman
“…….sesungguhnya
Allah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba……..(Qs Al-Baqarah: 275)”
Dan hadist dari nabi Muhamad S.A.W
yaitu
“Jual beli dapat melakukan khiarselama keduanya belum berpisah”
Menurut kesepakata para ulama bahwa
asal jual beli adalah mubah sesuai dengan kaidah ushul fiqh yaitu “ asal muamalah adalah mubah atau boleh” dan menurut qiyas bahwa jual beli mengandung
hikmah yang sangat banyak daiantaranya seseorang memiliki ketergantunan pda
sesamanya. Sedangkan orang lain terkadang tidak memberikannya secara Cuma-Cuma
oleh karena itu untuk memudahkanya Allah menyediakan sarana jual beli agar
kebutuhan dapat terpenuhi.
D. Macam-macam
jual beli
Jual beli banyak sekali
macam-macamnya, menurut imam taqiyudin jal beli dibagi menjadi 3 macam yaitu
jual beli benda yang kelihatan, yang disebutkan sifatnya, dan jual beli benda
yang tidak ada bendanya. Dari ketiga jual beli tersebut yang dibolehkan
hanyalah yang pertama dan yang kedua, sedangkan yang ke tiga dilarang oleh
syariah. Dan menurut pendapat lain jual beli dapat dklasifikasikan sebagai
berikut
1. Jual
beli ditinjau dari barang yang diperdagangkan
a. Jual
beli mutlak
b. Jual
beli salam
c. Jual
beli bunga bank
d. Jaul
beli muqayadhah
e. Jual
beli saham
2. Jual
beli ditinjau dari penentuan harga
a. Jual
beli musawamah (tawaran)
b. Jual
beli muzayadah (lelang)
c. Jual
beli munaqashah (At-taurid atau tender)
d. Jual
beli dengan cara kredit
e. Jual
beli nama, merk, dan logo perdagangan
f. Jual
beli amanah
g. Jual
beli dengan angka
h. Jual
beli dengan menggunakan kartu kredit
i.
Jual beli dengan cara berserikat dengan komoditi
3. Jual
beli yang dialarang
a. Mengandung
unsur ribawi
b. Jual
beli gharar
c. Jual
beli banda-bena najis
d. Jual
beli muzabanah (sesuatau yangbelum pasti seperti janin pada kambing)
e. Jual
beli dengan cara menghadang kafilah yang sedang berangkat kepasar dengan maksud
membeli dengan lebih murah dan menjualnya lagi dengan lebih mahal
f. Jual
beli dengan maksud untuk kejahatan
g. Jual
beli yang masih dalam tawaran orang lain
h. Jual
beli muhaqallah, mukhadarah, muammasah, munabadzah,dan muzabanah
i.
Jual beli najasy yaitu memancing-mancing harga agar lebih mahal
kepada pembeli
j.
Menjual diatas penjualan orang lain
4. Jual
beli dalam lembaga keuangan syariah
a. Jual
beli dengan menggunakan aqad murabahah
Yaitu jual beli dengan harga asal
dan disertai margin keuntungan yang diketahui pembeli, pembayaran dilakukan
diakhir karena pembeli memesan suatu barang kepada bank.
Sebenarnya secara etimologi murabahah berasal
dari kata ar-ribhu (tambahan/keuntungan) sedangkan menurut treminologi dapat
diartikan sebagai jual beli yang dilakukan melalui lembaga keuangan syariah
dengan menyebutkan karakteristik secara jelas barang yang dipesan sedangkan
pembayarn diakhir dapat melalui kredit maupun kontan dengan bank menyebutkah
haarga pokok dan keuntungan kepada pembeli.
b. Jual
beli salam dan istishna
Yaitu jual beli pesanan dengan cara
bank mendatangi petani untuk memesan hasil pertaniannya dan petani menyebutkan
karakteristik hasil pertaniannya secara jelas, kemudian bank membayarkan harga
kepada petani, setelah itu bank akan menjualnya kembali kepada penjual untuk
disalurkan pada konsumen ini yang disebut dengan jual beli salam.
Sedangkan jual beli istishna adalah
jual beli pesanan dimana pembeli mendatangi bank untuk dibuatkan suatu barang
kemudian bank menyuruh seseorang untuk membuatkan barang itu setelah itu aqad
serah terima antara pembeli dangan bank berlanjut dengan pembeli membayar
kepada bank baik itu dengan kredit maupun kontan.
c. Jual
beli sharf (mata uang asing)
Yaitu aqad jual beli denga objek
mata uang luar negri atau valuta asing
E. Istilah-istilah
dalam jual beli
1.
Ikhtikar (penimbunan)
2.
Tas’ir (penetapan harga secara global oleh pihak yang berwenang)
3.
Iqalah (pembatalan secara yuridis degan cara suka-sama suka)
4.
Simsar (broker atau perantara penjual dan pembeli dalam
bertransaksi)
5.
Khiar (memilih atau menawar)
Menurut terminologi khiar adalah hak
ntuk membatalkan dan meneruskan jual beli dari pihak pembeli karena ada alasan
syar’I yang membolehkan dan kesepakatan antara kedua belah pihak, dan adapun
macam-macam khiar
a. Khiar
majlis
Hak untuk membatalkan dan meneruskan
selama keduanya masih dalam tempat jaul beli dan belum berpisah.
b. Khiar
aibi
(jual beli ini disyaratkannya
kesempurnaan enda yang diperjual belikan) dan jika terjadi kecacaan pada objek
benda maka pembeli dapat mengembalikan benda tersebut.
c. Khiar
syarat
Jual beli yang disyaratkan sesuatau
baik oleh penjual dan pembeli.
F.
Hukum menjual asuransi syariah
Jual
beli dalam asuransi syaraiah hukumya adalah haram karena yang dijual beliakan
dalam asuransi adalah resiko sedankan definisi dari resiko sendiri adalah
uncertainty of loss artinya kemungkinan terjadinya kerugian. Intinya bahwa
resiko dalah produk gharar oleh karena itu dildarang sebagaimana hadist nabi “
Nabi Muhamamda SAW melarang jual beli gaharar”
Melihat
situasi diatas maka muncul alternativ yang menjembatani persoalan diatas yaitu
dengan istilah dan konsep asuransi syaraih, kareana melihat banyaknya konsumer
muslim yang telah mengkonsumsi asuransi dan memang sebagian telah menjadi
kebutuhan dasar khususnya di Negara- Negara maju.
Alternative
yang ditawarkan adalah berupa adanya aqad tabaru dan tijari, maksudnya di dalam
asuransi syariah memakai konsep sharing risk bukan transfer risk seperti
perusahaan konvensional. Sharing risk artinya adalah usaha saling bekerjasama
untuk menanggung resiko antar nasabah dengan operatornya adalah perusahaan
asuransi syariah.
Aqd
tabaru sendiri menurut fatwa DSN MUI No: 21/DSN-MUI/X/2001
Tentang pedoman umum asuransi syariah adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebajikan dan tolong -
menolong, bukan semata
untuk tujuan komersial. Sedangkan aqd tijari adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembahsan yang telah dipaparkan diata mengenai jual beli dapt
diambil sebuah kesimpulan sederhana bahawa hukum jual beli adalah mubah dengan syarat dan
ketentuannya yaitu telah memenuhi syarat dan rukun jaul beli sendiri
sedangankan jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat maka dianggap bathil
menurut syarait.
B.
Saran
Saran
dari penulis dengan tidak ada maksud untuk menggurui adalah agar di himbau
kepada seluruh masyarakat muslim untuk bermuamalat secara syar’I khususnya
dalam hal jual beli dengan menghindari segala hal yang haram.
DAFTAR PUSTAKA
Ath-thayyar,
Abdullah bin Muhammad, Al-Muthlaq
Abdullah bin Muhammad Dkk. Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam pandangan 4
madzhab. Terjemahan Miftahul khairi. Maktabah Al-Hanif. Yogyakarta.
2009
http//.Kumpulan
fatwa DSN MUI.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar