Pembagian Hadist Ditinjau dari
Sanad dan Matan
Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan
yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits
dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat
hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yakni Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka
al-Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau
yang mencatat hadits), rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad
sedangkan Shahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad.
Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai
kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang
menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad
berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits
itu adalah perawi juga. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika
diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah
Al-Bukhari
> Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad
SAW
Sebuah hadis
dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam
lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi
jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat
hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadis.
Jadi yang
perlu dicermati dalam memahami Hadis terkait dengan sanadnya ialah :
·
Keutuhan
sanadnya
·
Jumlahnya
·
Perawi
akhirnya
Sebenarnya,
penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan
di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi
mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.
Matan secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi,
ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang
akhir.
Matan
ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan
Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka
melainkan jika mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak tersebarnya
dusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori oleh
orang-orang Syi’ah.
Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H)
rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak
menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata,
‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus
Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah,
maka haditsnya ditolak”’.
Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti setiap sanad yang sampai kepada
mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi, maka mereka
menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila syarat-syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka mereka menolaknya.
Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah berkata: “Sanad itu
termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata
sekehendaknya apa yang ia inginkan"
Para ulama hadits telah menetapkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok pembahasan
bagi tiap-tiap sanad dan matan, apakah hadits tersebut dapat diterima atau
tidak. Ilmu yang membahas tentang masalah ini ialah ilmu Mushthalah Hadits.
PEMBAGIAN AS-SUNNAH MENURUT SAMPAINYA KEPADA KITA
As-Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
kita dilihat dari segi sampainya dibagi menjadi dua, yaitu mutawatir dan ahad.
Hadits mutawatir ialah berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang disampaikan secara bersamaan oleh orang-orang kepercayaan dengan cara yang
mustahil mereka bisa bersepakat untuk berdusta.
Hadist
mutawatir dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Mutawatir lizatihi/lafdzi hadist yang disusun oleh
orang banyak yang susuna redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat satu
dengan riwayat yang lainnya
2.
Mutawatir lighairihi/ma’nawi hadits
yang lafaz dan maknanya berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya,
tetapi terdapat persesuaian makna secara umum (kulli).
3.
Mutawatir
amali’ berita-berita yang menerangkan
waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat ied, hijab perempuan yang bukan
mahrom, kadar zakat, dan segala rupa yang telah menjadi kesepakatan, ijma.
Hadits
mutawatir mempunyai empat syarat yaitu:
1. Rawi-rawinya tsiqat dan
mengerti terhadap apa yang dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat
pasti.
2. Sandaran penyampaian kepada sesuatu yang konkret, seperti penyaksian atau
mendengar langsung, seperti:
"sami'tu"
= aku mendengar
"sami'na" = kami mendengar
"roaitu" = aku melihat
"roainaa" = kami melihat
"sami'na" = kami mendengar
"roaitu" = aku melihat
"roainaa" = kami melihat
3. Bilangan (jumlah) mereka
banyak, mustahil menurut adat mereka berdusta.
4. Bilangan yang banyak ini tetap
demikian dari mulai awal sanad, pertengahan sampai akhir sanad, rawi yang
meriwayatkannya minimal 10 orang.
Hadits ahad ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke derajat mutawatir.
Hadits-hadits ahad terbagi
menjadi tiga macam, yaitu:
a. Hadits
masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 3 sanad.
b. Hadits ‘aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 2 sanad.
c. Hadits
gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 1 sanad.
Klasifikasi Hadist
Hadis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni
bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta
tingkat keaslian hadis (dapat diterima atau tidaknya hadis bersangkutan)
1.
Berdasarkan ujung sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi
menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan
maqtu' :
·
Hadits
Marfu' adalah hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh:hadis sebelumnya)
·
Hadits
Mauquf adalah hadis yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik
secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum
waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu
Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti)
ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami
diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami
terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadis tersebut
tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
·
Hadits
Maqtu' adalah hadis yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadis ini adalah:
Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan
sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) adalah
agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian hadis yang terbagi atas golongan
ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad
maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat
klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para
sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan
dalam fikih ( Suhaib Hasan, Science of Hadits).
2.
Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadis terbagi
menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal.
Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan
dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Ilustrasi sanad : Pencatat Hadis
> penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
·
Hadits
Musnad, sebuah hadis tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadis
tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur
memungkinkan terjadinya transfer hadis berdasarkan waktu dan kondisi.
·
Hadits
Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan
langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan
"Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang
menuturkan kepadanya).
·
Hadits
Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3
·
Hadits
Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
·
Hadits
Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh: "Seorang
pencatat hadis mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah
mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga
Rasulullah).
3.
Berdasarkan jumlah penutur (periwayat)
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan
dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits
tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi atas hadits Mutawatir dan
hadits Ahad.
·
Hadits
mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta
bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah
penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama
berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian
menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri
dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada
tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama
pada tiap riwayat)
·
Hadits
ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai
tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara
lain :
o
Gharib,
bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya
satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)
o
Aziz,
bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)
o
Mashur,
bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah
satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.
4.
Berdasarkan tingkat keaslian hadis
Kategorisasi tingkat keaslian hadis adalah klasifikasi yang paling
penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan
terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4
tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'
·
Hadits
Shahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan
pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sanadnya bersambung;
2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg
adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
3. Matannya tidak mengandung
kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak
nyata yg mencacatkan hadis .
·
Hadits Hasan, bila hadis
yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak
sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.
·
Hadits
Dhaif (lemah), ialah hadis yang sanadnya
tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau
mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya,
mengandung kejanggalan atau cacat.
·
Hadits
Maudu, bila hadis dicurigai palsu atau buatan
karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan
berdusta.
Referensi
1. Muqaddimah Shahih Muslim
2. Syarah Shahih Muslim, an-Nawawi (1/87)
3. Taisir Musthalaahil Hadiits, Dr.
Mahmud Thah-han (hal. 19-20, 2231)
4. Kedudukan As-Sunnah Dalam
Syariat Islam, Bab I : As-Sunnah Dan Definisinya, Penulis 4. Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa
5. Ulumul hadist, Drs. M. Agus solahudin M.
Ag, dan Agus suyadi LC, M. Ag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar