Kamis, 20 Maret 2014

ISLAM, HUKUM DAN ASPEK AJARANNYA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
            Dalam kehidupan di dunia ini, banyak sekali kebuuhan yang harus dipenuhi untuk mempertahankan hidup diantaranya adalah kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang menyangkut kebutuhan fisik misalnya makn minum, pakaian dan lain sebagainya, sedangkan kebutuhan jasmani adalah kebutuhan yang menyangkut ruh (jiwa), contohnya adalah ibadah, olahraga, rekreasi dan pendidikan.
Kebutuhan rohani diantaranya adalah tentang agama, agama adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan rohani seperti ibadah, jika kebutuhan ini tidak dipenuhi maka akan terjadi ketimpangan dalam menjalankan kehidupannya didunia ini.
Agama di dunia ini dibagi menjadi dua menurut asal mulanya yaitu agama samawi dan duniawi, agama samawi adalah agama yang dari langit maksudnya adalah bahwa agama itu ada dimulai dengan turunnya wahyu, dan berbeda dengan agama duniawi yang mempercayakan kepada hal-hal yang berbau animisme dan dinamisme yang dibawa oleh nenek moyang mereka.
Agama samawi diantaranya adalah agama islam, nasrani (Kristen), majusi (yahudi), sedangkan agama duniawi adalah agama yang menyembah hal-hal dinamismee dan animisme diantaranya adalah agama budha, Hindu, dan konghuchu.
Agama yang kita anut sendiri yaitu islam adalah temasuk agama samawi karena ajaran islam adalah ajaran yang dibawa oleh Rasulallah MuhamadS.A.W dari Allah S.W.T yang mengajarkan tentang tauhidullah seperti yang diajarkan nabi-nabi sebelumnya tapi ajaran setiap ajara yang dibawa nabi-nabi dan utusan Allah adalah sama dalam hal aqidah tapi berbeda satu sama lain dalam masalah syariat.
Syariat ajaran islam itu sendiri adalah penyempurna dari syariat ajaran sebelumnya,  dialalm syriat agama islam ada yang berasal dari syriat sebelumnya yang masih dipakai contoh khitan, tapi juga ada syariat baru yang terbentuk khusus pada umat Muhamad S.A.W
Agama islam sendiri menuntut setiap penganut ajarannya (muslim) untuk masuk kedalam ajaran islam secara sempurna baik itu menjalankan ibadah dan juga melaksanakan syariat yang telah ditentukan untuknya, sebagaiman firma Allah dalam Qs al-baqarah ayat 208 yang berbunyi
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Agama islam sendiri dibangun melalui pondasi-pondasi, diantarnya adalah arkanulislam (rukun islam) yaitu shahadat, shalat, zakat, shaum (puasa) dan haji bagi yang mampu), Tapi juga dalam masalah muamalah. Dan dalam menjalankan semua arkanul islam ini haruslah berdasarkan hukum/ dalil-dalil syar’i.
Dari latar belakang diatas maka penulis memilih judul ini yaitu islam, hukum dan aspek ajaranya untuk mengetahui agama islam secara lebih mendalam yang dilihat dari paradigma hukum dan aspek ajarannya

B. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Ø  Apa itu Definisi islam?
Ø  Dlil-dalil syar’i apa sajakah  yang bisa untuk menjadi dasar hukum dalam islam?
Ø  Bagaiman dan apa sajakah Aspek ajaran islam?
Ø  Sebutkan Nilai-nilai ajaran islam?
Ø  Bagaimankah Sejarah islam?
C. Pembatasan Masalah
            Dari rumusan masalah diatas dapat kita batasi untuk membahas makalah ini adalah:
Ø  Apa itu Definisi islam?
Ø  Dlil-dalil syar’i apa sajakah  yang bisa untuk menjadi dasar hukum dalam islam?
Ø  Bagaiman dan apa sajakah Aspek ajaran islam?

D. Tujuan Makalah
            Tujuan dibuatnya makalah ini secara umum adalah:
Ø  Untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam agama islam
Ø  Untuk mengetahui dalil-dalil syar’i yang bisa untuk menjadi dasar hukum
Ø  Untuk mengetahui aspek ajaran islam


Adapun tujuan khusus dibuatnya makalah ini adalah:
Ø  Memenuhi tugas mata studi isalm
Ø  Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis sendiri
Ø  Mendapatkan ilmu lebih dalam pembuatan makalah ini seperti ilmu komputer dan internet.

E. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulis ini secara umum adalah sebagai berikut Sebagai sarana wadah informasi tentang islam yang dilihat dari aspek dan dasar hukumnya bagi msyarakat umum pada umumnya dan mahasiswa dan mahasiswi jurusan asuransi syariah pada khususnya.
Manfaat yang didapat dari peneltian ini secara khusus adalah sebagai berikut
1.      Mendapatkan nilai tambahan dalamstudi islam.
2.      Menambah pengetahuan dan wawasan penulis sendiri.
3.      Menambah dan melatih kerjasama antar anggota kelomok

F. Metode
            Metode yang digunakan penulis dalam pembuatan makalah metode pustaka dan internet serta pengetahuan penulis sendiri.













BAB II
PEMBAHASAN
A.     Islam       
1.      Definisi islam
Islam menurut bahasa artinya adalah pasrah, sedangkan menurut istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh nabi Muhamad yang mengajarkan tauhidullah seperti nabi-nabi sebelumnya sebagai penyempurna agama sebelumnya
Islam (Arab: al-islām, الإسلا "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia, menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen. Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh). Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan", atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.

2.      Lima Rukun Islam

Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut umumnya digalakkan untuk memegang Lima Rukun Islam, yaitu lima pilar yang menyatukan Muslim sebagai sebuah komunitas. Tambahan dari Lima Rukun, hukum Islam (syariah) telah membangun tradisi perintah yang telah menyentuh pada hampir semua aspek kehidupan dan kemasyarakatan. Tradisi ini meliputi segalanya dari hal praktikal seperti kehalalan, perbankan, jihad dan zakat
Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:
  1. Mengucap dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul Allah.
  2. Mendirikan salat wajib lima kali sehari.
  3. Berpuasa pada bulan Ramadan.
  4. Membayar zakat.
  5. Menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu.

3.      Enam Rukun Iman

Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara yaitu:
  1. Iman kepada Allah
  2. Iman kepada malaikat Allah
  3. Iman kepada Kitab Allāh (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan suhuf)
  4. Iman kepada nabi dan rasul Allah
  5. Iman kepada hari kiamat
  6. Iman kepada qada dan qadar
B.     Hukum Islam
1.      Definisi hukum
Hukum islam menurut bahasa artinya menetapkan sesuatu atas yang lain.sedangkan menurut syara adalah firman pembuat syara (syar’i) yang berhubungan dengan perbuatan orang dewasa (mukalaf), firman mana mengandung tuntutan membolehkan sesuatu atau menjadikan sesuatu sebagai adanya yang lain.
2.      Pembagian hukum islam
a.       Hukum taklifi “memberikan beban atau tuntutan”
Dan hukum ini dibagi menjadi 5 yaitu
1.      Ijaab
2.      Nadb(anjuran)
3.      Fahrim
4.      Karahah
5.      Ibahah
b.      Hukum wadh’i
Adalah firman yang menjadikan sesuatu sebagai sebab adanya yang lain (musabah), atau sebagai syariat yang lain (masyrut) atau sebagai penghalang (amni’) adanya yang lain hukum ini dibagi menjadi tiga yaitu sabab, syarat dan mani’.
3.    Sumber Hukum Islam
           Pembahasan  sumber-sumber  Syariat Islam, termasuk masalah pokok (ushul) karena dari sumber-sumber itulah terpancar seluruh hukum/syariat Islam. Oleh karenanya untuk menetapkan sumber Syariat Islam harus berdasakan ketetapan yang qath'i (pasti) kebenarannya, bukan sesuatu yang bersifat dugaan  (dzanni). Allah SWT berfirman :
 "(Dan) janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai ilmu tentangnya." (QS Al-Isra'36)

            "(Dan) kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka.  Sesung- guhnya persangkaan itu tidak sedikitpun bergu- na untuk mencapai kebenaran."(QS Yunus 36)
            Masalah ini termasuk masalah pokok (ushul), sebab menjadi dasar bagi seorang muslim untuk menarik keyakinan atas hukum- hukum amaliahnya. Apabila landasan suatu hukum sudah salah, maka seluruh hukum- hukum cabang yang dihasilkannya menjadi salah pula.  Karenanya menetapkan sumber syariat Islam tidak dapat dilakukan berdasarkan persangkaan ataupun dengan dugaan belaka.
            Dengan demikian maka yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai sumber pengambilan dalil-dalil syar'i adalah Al-Qur'an, Sunnah, Ijma' Shahabat, dan Qiyas yang disepakati oleh seluruh ulama
A.    Hukum yang disepakati secar mutlaq
a.       Al-quran  
Secara etimologis, Al Qur’an berasal dari kata “qara’a”, yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al jam’u) dan menghimpun (al dlammu) huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian lain secara teratur 3. Dikatakan Al Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau "sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya(3)
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17-75:18)

Secara istilah al-quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhamad S.A.W melalui perantara malikat jibril yang diriwayatkan secara mutawatir serta ibadah jika membacanya. Ada beberapa Nama lain Al-Qur'an diantaranya

  • Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
  • Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
  • Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
  • Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
  • Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
  • Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
  • Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
  • Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
  • At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
  • Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
  • Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
  • Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
  • Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
  • Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
  • An-Nur (cahaya): QS(4:174)
  • Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
  • Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
  • Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Secara garis besar hukum-hukum yang ada didalam Al-quran adalah bersifat umum (kulli) tidak membicarakan hal-hal yang kecil  ( juz’i). didalam al-quran terdapat beberapa isi kandungan selain hukum yaitu janji dan ancaman, tauhidullah, ibadah, kisah-kisah umat terahulu dan lain-lain, dan hukum dalam al-quran dapat dibagi menjadi dua yaitu  hukum yang mengatur hubungan manusia dengan tuhannya (hablumminallah) dan hubungna yang mengatur sesama manusia (habluminnanas).
b.      Al-Hadits/Sunnah
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Ada bermacam-macam hadits, seperti yang diuraikan di bawah ini.
·         Hadits yang dilihat dari banyak sedikitnya perawi
o    Hadits Mutawatir
o    Hadits Ahad
§  Hadits Shahih
§  Hadits Hasan
§  Hadits Dha'if
·         Menurut Macam Periwayatannya
o    Hadits yang bersambung sanadnya (hadits Marfu' atau Maushul)
o    Hadits yang terputus sanadnya
§  Hadits Mu'allaq
§  Hadits Mursal
§  Hadits Mudallas
§  Hadits Munqathi
§  Hadits Mu'dhol
·         Hadits-hadits dha'if disebabkan oleh cacat perawi
o    Hadits Maudhu'
o    Hadits Matruk
o    Hadits Mungkar
o    Hadits Mu'allal
o    Hadits Mudhthorib
o    Hadits Maqlub
o    Hadits Munqalib
o    Hadits Mudraj
o    Hadits Syadz

Beberapa pengertian (istilah) dalam ilmu hadits

A. Sanad

Sanad berarti sandaran yaitu jalan matan dari Nabi Muhammad SAW sampai kepada orang yang mengeluarkan (mukhrij) hadits itu atau mudawwin (orang yang menghimpun atau membukukan) hadits. Sanad biasa disebut juga dengan Isnad berarti penyandaran. Pada dasarnya orang atau ulama yang menjadi sanad hadits itu adalah perawi juga.

B. Matan

Matan ialah isi hadits baik berupa sabda Nabi Muhammad SAW, maupun berupa perbuatan Nabi Muhammad SAW yang diceritakan oleh sahabat atau berupa taqrirnya.

C. Perawi

Yaitu orang yang meriwayatkan hadits.
c.       Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu

Fungsi Ijtihad

Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist, jenis-jenis ijtihad

1.     Ijma'

Ijma' artinya kesepakatan yakni kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi. Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

2.     Qiyâs

Qiyas artinya menggabungkan atau menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat, bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada masa-masa sebelumnya
  • Beberapa definisi qiyâs (analogi)
    1. Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
    2. Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
    3. Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
B.     Hukum yang masih menjadi perdebatan
1.      Istishhab
Istishab menurut bahasa berarti ”mencari sesuatu yang ada hubungannya”. Menurut istilah ulama fiqh, ialah tetap berpegang pada hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil yang mengubah hukum tersebut. Atau dengan kata lain, ialah menyatakan tetapnya hukum pada masa lalu, sampai ada dalil yang mengubah ketetapan hukum tersebut.
Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah menyatakan tetap berlakunya hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan hukumnya. Sedangkan menurut Asy Syatibi, istishab ialah segala ketetapan yang telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya pada masa sekarang.
Dari pengertian istishab di atas, dapat dipahami bahwa istishab itu ialah:
  1. Segala hukum yang telah ditetapkan pada masa lalu, dinyatakan tetap berlaku pada masa sekarang, kecuali kalau telah ada yang mengubahnya.
  2. Segala hukum yang ada pada masa sekarang, tentu telah ditetapkan pada masa yang lalu.
Contoh Istishab:
Telah terjadi perkawinan antara laki-laki A dan perempuan B, kemudian mereka berpisah dan berada di tempat yang berjauhan selama 15 tahun. Karena telah lama berpisah itu maka B ingin kawin dengan laki-laki C. Dalam hal ini B belum dapat kawin dengan C karena ia telah terikat tali perkawinan dengan A dan belum ada perubahan hukum perkawinan mereka walaupun mereka telah lama berpisah. Berpegang ada hukum yang telah ditetapkan, yaitu tetap sahnya perkawinan antara A dan B, adalah hukum yang ditetapkan dengan istishab.
Dasar Hukum Istishab
Dari keterangan dan contoh diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya istishab itu bukanlan cara menetapkan hukum (thuruqul istinbath), tetapi ia pada hakikatnya adalah menguatkan atau menyatakan tetap berlaku suatu hukum yang pernah ditetapkan karena tidak ada yang mengubah atau yang mengecualikan. Pernyataan ini sangat diperlukan untuk menjaga jangan sampai terjadi penetapan hukum yang berlawanan antara yang satu dengan yang lain, seperti dipahami dari contoh di atas. Seandainya si B boleh kawin dengan si C, maka akan terjadi perselisihan antara si A dan C atau terjadi suatu keadaan pengaburan batas antara yang sah dengan yang tidak sah dan antara yang halal dengan yang haram.
Karena itulah ulama Hanafiyah menyatakan bahwa sebenarnya istishab itu tidak lain hanyalah untuk mempertahankan hukum yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum yang baru. Istishab bukanlah merupakan dasar atau dalil untuk menetapkan hukum yang belum tetap, tetapi ia hanyalah menyatakan bahwa telah pernah ditetapkan suatu hukum dan belum ada yang
Kaidah-Kaidah Istishab Dan Penerapannya
”pada asalnya segala sesuatu itu tetap (hukumnya) berdasarkan ketentuan yang telah ada sehingga ada dalil yang merubahnya.”
 “pada asalnya hukum segala sesuatu itu boleh.”
 “manusia pada asalnya adalah bebas dari beban.”
 “apa yang telah ditetapkan dengan yakin, maka ia tidak bisa gugur karena keragu-raguan. Ia tidak bisa gugur kecuali dengan yakin juga.”
Ulama Hanafiyah menetapkan bahwa istishhab merupakan hujjah untuk mempertahankan atau mengekalkan kondisi  sebelumnya
2.      Istihsan
Secara Etimologi Istihsan berarti, “ “Menyatakan dan meyakini baik sesuatu”. Ulama sepakat tentang pengertian istihsan, karena lapaz istihsan banyak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits Az-Zumar : (39) ayat 18
 Orang yang mendengarkan perkataan,lalu mengikuti apa yang paling di antaranya.
Al-Bazdawii (Hanafi) Istihsan “Berpaling dari kehendak qiyas kepada Qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas Berdasarkan dalil yang lebih kuat” Istihsan merupakan hujjah dalam syari’ah. As-Sarakhsy (Hanafi) Istihsan ialah meninggalkan qiyas dan mengamalkan  Yang lebih kuat, karena adanya dalil yang menghendaki  Serta lebih sesuai dengan kemaslahatan ummat. Al-Ghazali (Syaf’iy) Istihsan ialah Semua hal yang dianggap baik  oleh mujtahid menurut akalnya” Secara umum tidak mengakui istihsan, bahkan Imam Syafii menolak dengan keras”. Ibnu Qudamahi (Hanbali) Istihsan ialah suatu keadilan terhadap hukum Karena adanya dalil tertentu dari Al-Quran dan Sunnah. Asy-Syatibi  (Maliki) Istihsan ialah pengambian suatu kemaslahatan  Yang bersifat juz’iy dalam menanggapi dalil Yang bersifat global” Menurut Asy-Syatibi Ulama dari Malikiyah Istihsan adalah dalil yang  kuat sebagai metode Istimbath hokum. Al-Karkhi (Hanafi) Perbuatan adil terhadap  suatu permasalahan hukum dengan memandang hukum yang lain, karena adanya sesuatu yang lebih kuat yang membutuhkan keadilan.
3.      Mashlahah mursalah
Maslahah Mursalah ialah suatu kemaslahatan yang tidak ada dalil yang menyuruhnya dan tidak ada dalil yang menolaknya, tetapi ia mengandung kebajikan/manfaat. Maslahah dibag menjadibeberapa bagian yaitu
1.Maslahah Mu’tabarah “Ada dalil tafshili yang mendukung/menyuruhnya,Seperti shalat,zakat dll,Syariat qishash,Nikah, bersedeqah,Tolong-menolong Dalam ketaqwaan”
2.Maslahah Mulghah “Ada dalil tafshili yang menolak/melarangnya,Seperti riba (2:275) suap (2:180),Minum khamar (5:90)Makan bangkai (5;3)Berkata “ah” pada Orang tua (17:23)”
3.Maslahah Mursalah “Tidak ada dalil Tafshili yang menyuruh atau menolaknya Seperti membuat penjara,membuat bank syari’ah&LKS,Mendirikan RS,Media massa IslamTV Islam”
4.      Al-ur’f
Urf adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang sudah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Dikalangan masyarakat sering disebut sebagai adat.Urf mencakup sikap saling pengertian di antara manusia atas perbedaan tingkatan di antara mereka.Contoh urf : adanya saling pengertian tentang sahnya jual beli tanpa mengucapkan shigat, seperti di super market.
Macam-macam Urf
1.      Urf shahih ialah sesuatu yang telah dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan syara’ atau tidak menharamkan yang halal dan membatalkan yang wajib.
2.      Urf fasid ialah sesuatu yang telah dikenal oleh manusia, tetapi bertentangan dengan syara’ atau tidak mengharamkan yang halal dan membatalkan yang wajib .
Para ulama telah sepakat bahwa seorang mujtahid dan seorang hakim harus memelihara urf shahih yang ada di masyarakat dan menetapkannya sebagai hukum. Para ulama juga menyepakati bahwa urf fasid harus dijauhkan dari kaidah-kaidah pengambilan dan penetapan hukum. Urf fasid dalam keadaan darurat pada lapangan muamalah tidaklah otomatis membolehkannya. Keadaan darurat tersebut dapat ditoleransi hanya apabila benar-benar darurat dan dalam keadaan sangat dibutuhkan.
Hanafiyah juga banyak menerapkan úruf dalam menetapkan hukum Islam, seperti bay’ wafa.(Jual Beli Wafa’)
5.      Syaru man qabalana
Bentuk syar`u man qablana
1.      Syariat yang ditentukan bagi umat terdahulu bagi umat sebelum kita,tapi al-qur`an tidak melarang/memrintahkannya,maka syariat itu tetap berlaku
2.      Syariat yang ditentukan untuk umat tedahulu ,dan dinyatakan tidak berlaku bagi umat muhammad ,maka tidak berlaku
3.      Syari`at yang ditentukan untuk umat trdahulu dan alqur`an atau hadis menerangkannya berlaku pada kita, maka berlaku

6.      Madzhab shahabi
Merupakan pendapat sahabat yang tidak menjadi hujjah ( alasan ) atas sahabat lainnya. Hal ini sudah disepakati, namun yang menjadi perdebatan adalah apakah pendapat sahabat ini bisa menjadi hujjah atas tabi’in dan orang-orang sesudah mereka. Dalam hal ini ada tiga pendapat :
Pertama : tidak menjadi hujjah sama sekali. Demikianlah pendapat Jumhur. Perkataan seorang mujtahid bukanlah suatu dalil yang dapat berdiri sendiri.
Kedua : menjadi hujjah dan didahulukan daripada qiyas. Yaitu pendapat Imam Malik, golongan Hanafiyah, dan Syafi’i.
Ketiga : menjadi hujjah apabila dikuatkan dengan qiyas atau tidak berlawanan dengan qiyas.
Jadi, secara ringkas pendapat sahabat tidak menjadi hujjah.
7.      Dalalah iqtiran
Merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sesuatu sama hukumnya dengan yang lainnya karena disebut bersama-sama.

8.      Sadduddzara’i/Saddus Zari’ah
Secara bahasa, dzariah adalah “jalan menuju sesuatu” Sesuatu jalan yang dapat mengakibatkan pada hal-hal yang tercela atau yang dilarang dinamakan “sadd dzari’ah” yang artinya melarang atau menolak hal tersebut untuk dilakukan. Sesuatu jalan yang dapat mengakibatkan pada hal-hal yang terpuji dinamakan fath adz-dzari’ah yang artinya dianjurkan untuk dilakukan. Namun banyak ulama ushul yang memasukkannya pada kategori tindakan pendahuluan sesuatu perbuatan.
Pengertian sadd dzari’ah menurut asy-Syatibi : melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatu kerusakan (kemafsadatan).
Dzari’ah dari segi kualitas kemafsadatannya terdiri dari empat macam :
1. perbuatan yang dilakukan tersebut membawa kemafsadatan yang pasti, misalnya menggali sumur didepan rumah orang pada waktu malam sehingga mengakibatkan orang yang punya rumah jatuh kedalam sumur tersebut.
2. perbuatan yang boleh dilakukan karena jarang mengandung kemafsadatan, misalnya menjual makanan yang biasanya tidak mengandung kemafsadatan.
3. perbuatan yang dilakukan yang kemungkinan besar akan membawa kemafsadatan, seperti menjual senjata kepada musuh.
4. perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakkan karena mengandung kemaslahatan, tetapi memungkinkan terjadinya kemafsadatan, seperti jual beli dengan harga lebih tinggi dari harga asal karena tidak kontan
Dzari’ah dari segi kemafsadatan yang ditimbulkan
1. Perbuatan yang membawa kepada suatu kemafsadatan, seperti meminum minuman keras yang mengakibatkan terjadinya mabuk.
2. Suatu perbuatan yang pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan, tetapi dijadikan sebagai jalan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak, seperti seorang laki-laki  menikahi wanita yang ditalak tiga dengan tujuan agar wanita tersebut dapat menikah kembali kepada suaminya yang pertama.
Ulama malikiyah dan hanabillah dapat menerima sadd dzari’ah sebagai dalil syara’ dengan alasan : surat al-An’am ayat 108 dan hadits rasul saw. Sedangkan ulama hanafiyah, syafi’iyah, dan syi’ah dapat menerimanya sebagai dalil syara’ hanya dalam masalah-masalah tertentu saja  Menurut husain hamid guru besar fakultas hukum kairo, ulama hanafiyah dan syafi’iyah dapat menerima sadd dzari’ah jika kemafsadatan yang akan muncul benar-benar akan terjadi atau sekurang-kurangnya kemungkinan besar akan terjadi
C.    Aspek Ajaran Islam
          Untuk lebih jelasnya maka kita akan membahas lebih dalam mengenai ketiga aspek ajaran Islam di bawah ini. Mengenai akidah, syari’ah dan akhlak.
1.      Aspek Aqidah
Akidah adalah sesuatu yang dianut oleh manusia dan diyakininya baik berwujud agama dan yang lainnya.
Aqidah (kepercayaan) itu adalah sesuatu hal yang pertama-tama yang diserahkan oleh Rasulullah dan yang dituntutnya dari manusia untuk dipercayai dalam tahapan pertama daripada tahapan-tahapan dakwah Islamiyah dan yang merupakan pada seruan setiap Rasul yang diutus oleh Allah swt.
Aqidah secara etimologi berarti ikatan atau sangkutan. Dan secara terminologi berarti creedo, creed yaitu keyakinan hidup. Iman dalam arti yang khusus, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Bentuk jamaknua ‘aqaid atau ma’rifat, ilmu ushuluddin, ilmu kalam, ilmu hakikat dan ilmu tauhid
Sayid Sabiq mengemukakan bahwa pengertian keimanan atau aqidah itu tersusun dari enam perkara yaitu:
1.      Ma’rifat kepada Allah
2.      Ma’rifat dengan Alam yang ada dibalik alam semesta ini.
3.      Ma’rifat dengan kitab-kitab Allah
4.      Ma’rifat dengan Nabi-nabi serta Rasul-rasul Allah.
5.      Ma’rifat dengan hari akhir.
     6.      Ma’rifat dengan takdir.

2.       Aspek Syariah
Syariat adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya di dalam berhubungan dengan Tuhannya, dengan saudara sesama muslim, dengan saudara sesama manusia, dengan alam dan hubungannya dengan kehidupan.
Cara untuk mengadakan hubungan tersebut adalah:
a.       Cara manusia berhubungan dengan Tuhan
b.      Cara manusia berhubungan dengan sesama muslim
c.       Cara manusia berhubungan dengan saudara sesama manusia
d.      Cara manusia berhubungan dengan alam
e.       Cara manusia berhubungan dengan kehidupan.
Syari’ah pada asalnya bermakna “jalan yang lempeng” Pengertian syari’ah yang sering dipakai dikalangan para ahli hukum, ialah “Hukum-hukum yang diciptakan oleh Allah SWT untuk segala hambaNya agar mereka itu mengamalkannya untuk kebahagiaan dunia akhirat, baik hukum-hukum itu bertalian dengan perbuatan, aqidah dan akhlak”.
3.      Aspek Akhlak
   Akhlak ialah suatu gejala kejiwaan yang sudah meresap dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa mempergunakan pertimbangan terlebih dahulu. Apabila yang timbul daripadanya adalah perbuatan-perbuatan baik, terpuji menurut akal dan syara’ maka disebut akhlak baik, sebaliknya apabila yang timbul dari padanya adalah perbuatan yang jelek maka dinamakan akhlak yang buruk.
  Dalam menjalankannya sebaiknya berpedoman kepada al-Qur’an dan al-Hadits. Secara garis besarnya menurut sifatnya terbagi kepada dua yakni akhlak terpuji dan akhlak tercela. Dari segi bentuknya kahlak dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu:
a.       Akhlak kepada Allah
b.      Akhlak terhadap manusia
c.       Akhlak terhadap makhluk-makhluk lain.
Masalah-masalah pokok yang menyangkut akhlak, menurut al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin ialah:
a)      Hikmah yakni kemampuan jiwa untuk membedakan yang benar dari yang salah dalam segala perbuatan yang ada di bawah kekuasaan manusia.
b)     Keadilan yakni kemampuan jiwa untuk mengendalikan daya (kekuatan), marah, dan daya nafsu serta mendorongnya kepada tuntunan hikmah dengan membatsi gerak-geriknya.
c)      Syaja’ah yakni keadaan daya gadlah yang tunduk dan taat kepada akal dalam semua gerak maju dan mundurnya.
d)     Iffah  yakni keadaan daya nafsu terpimpin dan terdidik dengan pendidikan dan pimpinan akal dan agama.
1. Prinsip-prinsip Aqidah dan Akhlak
a.    Aqidah yang didasarkan atas tauhid, yaitu mengesakan Allah dari segala dominasi yang lain. Prinsip at-Tauhid tidak juga mempertentangkan antara dunia dengan akhirat. Oleh sebab itu prinsip at-Tauhid harus ditopang dengan lima komitmen, yaitu:
Ø      Memiliki komitmen utuh kepada Tuhan dan menjalankan pesanNya.
Ø      Menolak pedoman hidup yang bukan berasal dari Tuhan.
Ø      Bersikap progresif dengan selalu menekan penilaian kualitas hidup adapt istiadat, tradisi, dan faham hidup.
Ø      Tujuan hidupnya amat jelas, yaitu semua aktivitas hanya untuk Allah semata. Dijelaskan dalam Q. S. Al-An’Am
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
Ø      Memiliki visi yang jelas dengan manusia lain, sehingga terjalin keharmonisan antara manusia dan Tuahannya, dengan lingkungan di sekitarnya.
b.   Aqidah harus dipelajari secara terus menerus (Continue) dan diamalkan hingga akhir hayat dan di dakwahkan kepada yang lain. Sumber aqidah Allah yakni Dzat yang Maha Benar. Oleh sebab itu dalam mempelajari aqidah harus melalui wahyuNya. Qs. Al-Isra: 36
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”.
c.    Scope pembahasan aqidah tentang Tuhan dibatasi dengan larangan memperbincangkan dan memperdebatkan tentang eksistensi Dzat Tuhan, sebab dalam satu hal ini manusia tidak akan pernah mampu menguasai.
d.    Akal dipergunakan manusia untuk memperkuat aqidah, bukan untuk mencari aqidah, karena semua telah jelas dalam al-Quran dan al-Hadits.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa islam adalah agama yang sangat memperhatikan umatnya baik itu dari segi hukum dan segala aspeknya, semuanya diatur secara teratur sehingga syariat islam tidak menyulitkan umatnya.
B.     SARAN
   Saran penulis dengan tidak ada maksud menggurui adalah alangkah baiknya jika setiap muslim dan muslimah menaati setiap syari’at islam yang tertera dalam hukum-hukum islam dan aspek ajaran yang terkandug dalam agama islam




















DAFTAR PUSTAKA
Mustofa dan wahid, abdul. 2008. Hukum islamkontemporer. Jakarta: Sinar grafika
Djalil, basiq. 1980. Ushul fiqih. semarang: thoha putra
Syarifudin, amir. 2008. Ushul fiqih. Jakarta: Kencana
Daud, ali. 1990. Hukum islam. Jakarta: PT radja gafindo persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar