Kamis, 20 Maret 2014

Sejarah Perkembangan dan Kondifikasi Hadist Nabawi

Sejarah Perkembangan dan Kondifikasi Hadist Nabawi
A.    Masa pertumbuhan dan perkembangan
1.      Hadist pada zaman rasulallah S.A.W
Hadist pada zaman rasulallah S.A.W adalah masa turunnya wahyu dan pembentukan syariat islam dan pada masa ini hadist belum adanya perhatian serius karena para sahabat langsung menanyakan masalah kepada rasulallah dan ia mengingatnya dengan ingatan hafalan mereka yang kuat.
Pada zaman ini juga rasulallah pernah melarang sahabatnya untuk menulis hadist-hadist yang ia dapatkan “dan janganlah kalian menulis dariku salain al-quran dan barang siapa yang menulis dariku selain al-quran maka hapuslah”  tapi hadit ini hanya berhubungan dengan kehati-hatian nabi karena takut sahabat lebih mengutamakan hadist dibanding al-quran serta dikhawatirkan akan bercampurnya al-quran dengan hadist. Setelah itu ada sahabat yang menanyakan kembali karena ia jauh dari nabi dan jika ia tidak menulisnya maka ia akan sulit untuk menyampaikan pada yang lain lagi, dan akhirnya rasulallah pun menjawab pertanyaan orang itu dangan sabdanya “ tulislah dariku maka demi  jiwa pemiliki diriku yang ada pada tangganNya tidaklah keluar dari mulutku kecuali kebenaran”. Tapi hadist ini bukan untuk umum tapi hanya ditujukan untuk orang itu akan tetapi rasulallah juga tidak melarang sahabatnya untuk menulis hadit setelah al-quran selesai diturunkan.
Penulisan hadits yang di izinkan oleh rasul adalah penulisan yang tidak dijadikan sebagai bahan bacaan umum di kalangan sahabat. Oleh karena itu, rasul tidak memerintah seorang pun untuk menulis hadits seperti perintah beliau untuk menulis Alquran. Beliau hanya memberi izin penulisan itu kepada beberapa sahabat secara individu dan mereka tidak pernah tukar menukar catatan hadits. Tulisan hadits yang mereka miliki hanya mereka simpan sebagai penguat hapalan mereka. Baru setelah ilmu Alquran tersebar luas, para penghapal dan pembacanya telah banyak dan telah diyakini bahwa Alquran telah dapat menjiwai seluruh masyarakat serta tidak lagi dikhawatirkan bercampur dengan yang lain, maka umat islam mulai melangkah dalam pembukuan hadits dengan melibatkan peran serta masyarakat umum dan tulisan-tulisan hadits pun mulai beredar.
Sebenarnya penulisan hadits di masa Rasulullah saw telah mencakup sejumlah besar hadits yang bila dikumpulkan akan menjadi sebuah kitab yang cukup tebal. Di antara tulisan hadits pada waktu itu adalah sebagai berikut:
a)      Al-Shahifah al-Shadiqah
Ditulis oleh Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berkata: “saya hapal seribu buah kata mutiara dari Nabi saw”. Ia sangat menghargai tulisannya itu, ia berkata: “tidak ada yang lebih menyenangkan diriku di dunia ini kecuali Al-Shahifah al-Shadiqah dan al-Wahth”. Pada gilirannya shahifah itu berpindah tangan kepada seorang cucunya, yaitu Amr bin Syu’aib. Imam Ahmad dalam Musnad-nya meriwayatkan sebagian besar isi Shahifah ini dalam bab Musnad  Abdullah bin Amr melalui riwayat Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.
b)      Shahifah Ali bin Abi Thalib
Shahifah ini sangat tipis bedanya dan hanya berisi hadits-hadits tentang ketentuan hukum diat dan pembebasan tawanan.
c)      Shahifah Sa’ad bin Ubadah
Sa’ad bin Ubadah adalah seorang sahabat senior At-Turmudzi meriwayatkan dalam kitab sunan-nya dari Ibnu Sa’ad bin Ubadah, ia berkata: “kami temukan dalam kitab Sa’ad bahwa Rasulullah saw menjatuhkan hukuman berdasarkan sumpah dan seorang saksi”. Akan tetapi kita tidak temukan selain hadits ini dari kitab ini. Namun, barangkali kebanyakan hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad adalah shahifah ini.
d)     Surat-surat Rasulullah saw kepada para gubernur dan pegawai beliau berkenaan dengan pengaturan wilayah islam dan negara-negara terdekat, serta penjelasan hukum-hukum agama. Surat-surat tersebut cukup banyak jumlahnya. Semuanya mengandung sejumlah hukum dan akidah islamyang penting, strategi pengembangannya, penjelasan nisab dan kadar zakat, diat, had, hal-hal yang haram, dsb. Di antara surat-surat itu adalah:
1. Kitab zakat dan diat yang di kirimkan kepada Abu Bakar Shiddiq, sebagaimana     diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Turmudzi bahwa Rasulullah saw telah menulis surat tentang shadaqah, namun tidak dikirimkan kepada siapa pun sampai beliau wafat.
2. Surat beliau kepada Amr bin Hazm, salah seorang gubernur di Yaman. Surat ini berisi prinsip-prinsip ajaran islam dan cara dakwahnya, masalah ibadah, nisab zakat, pajak, dan diat.
3. Surat beliau kepada Wail bin Hujut, yang ditujukan untuk kaumnya di Hadramaut. Surat ini berisi prinsip umum ajaran islam dan hal-hal haram yang sangat perlu diperhatikan.
e)      Surat-surat beliau kepada para raja dan pembesar negara-negara tetangga serta para pemimpin bangsa Arab. Surat itu berisi seruan untuk masuk islam.
f)       Piagam-piagam perjanjian beliau dengan orang-orang kafir, seperti perjanjian Hudaibiyah, perjanjian Tabuk, dan Piagam Madinah yang mengatur kehidupan bersama antara umat islam dengan orang yahudi serta umat lainnya yang berdekatan.
g)      Surat-surat yang beliau perintahkan agar dikirim kepada beberapa orang sahabat berkenaan dengan berbagai instruksi dan informasi seperti naskah khutbah beliau yang dikirimkan kepada Abu Syah al-Yamani.
2.      Hadist pada zaman khulafaurasyidin
a.       Abu bakar as syidiq
Hadist pada zaman abu bakar tidak terlalu berkembang dikarenakan 3 faktor
1.      Dia selalu dalam keadaan sibuk ketika menjabat sebagai khalifah
2.      Kebutuhan hadist tidak banyaK pada zaman sesudahnya
3.      Jarak waktu antara wafatnya rasulallah dan beliau sangat singkat
b.      Umar bin khatab
Pada masa umar mulai banyak periwayatan hadist yang dilakukkan umat islam, dan tetap dalam kondisi kehati-hatian. bahkan umar pernah melarang memperbanyak periwayatan hadist dikarenakan kehawatiran beliau terhadap al-quran yang akan terbengkalai.
c.       Utsman bin affan
Pada masa utsman juga masih ada kehati-hatian walau tidak sekeras pada masa umar, dan hadit mulai jauh lebigh berkembang dibandng masa umar,  akan tetapi hal itu dikarenakan wilayah islam yang semakin luas dan  mengakibatkan bertambahnya kesulitan pengendalian peeriwayatan hadist.
d.      Ali bin abi thalib
Ali sangat  berhati-hati dalam meriwayatkan hadist bahkan kehati-hatiannya itu ia lakukan dengan cara sumpah, maksudnya adalah jika ia ingin meriwayatkan suatu hadist dari orang yang belum ia percayai maka ia akan  melakukan sumpah terhdap orang tersebut. Pada masa ali jugalah mulai munculnya hadist-hadsit yang tidak berkualiats  (palsu) dikarenakan adanya kekacauan politik.
3.      Pada masa sahabat kecil dan tabi’in
Masa ini disebut dengan (Ashr intisyur al-riwayah ila al-amshor) “ perkembangan dan meluasnya periwayatan hadist” disinilah mulai hadist- hadist berkembang keberbagai posok daerah diakarenakan pada masa kekhalifaan utsman bin affan banyak ulama-ulama yang pandai dalam hadist dikirim keberbagai daerah kekuasaan islam.
4.      Pada abad ke-II dan ke-III H
Masa ini disebut juga dengan ( Ashr al-kitabah wa al-tadwin ) “ masa penulisan dan pembukuan” dan ulama-ulama pada masa ini disebut dengan ulama-ulama muatqadimin
Pada msaini hadist mulai adanya perhatian serius terutama pada pemeritahan bani umayah tepatnya pada kekhalifaan umar bin abdul aziz ( 99 H ), dan pada masa ini pulallah pembukuan hadist-hadist nabawi dapat terlaksana  (101 H), ia memerintahkan abu hazm untuk mengumpulkan hadist-hadist nabi dari kalangan ulama muhaditsin dan ulama yang pertama kalinya membukukukan hadist-hadist nabi adalah Abu bakar muhamad bi muslim bin ubaidillah bin syihab az-zuhr dan setelah itu dilanjutkan oleh ibnu  juraij (w. 150 H) dan generasai setelahnya.
Akan tetapi pembukuan ini masih belum sempurna dan disempurnakan pada peerintahan bani abasiyah pada pertengahan abad ke-11 mulai terjadi pergerakantentang ilmu hadist.
Diantara kitab-kitab yang terkenal pada masa itu adalah al-muwatha karya imam malik, al-musnad karya imam syafi’i dan setelah itu dilanjutkan kembali oleh ulama ulama muhaditsin seperti imam bukhari, muslim, turmudzi, nasa’i dan lai-lain sehingga munculah istilah kutubu sittah (kitab yang enam)
5.      Masa mentashihkan dan menyusun kaidah-kaidah hadist
Disinilah pemilihan hadist-hadits berdasarkan rawy, sanadnya dan pembentukan kaidah-kaidah hadist-hadist seperti syarat-syarat hadist shahih dan lain-lain.
6.      Pada Abad ke IV-656 H
Masa ini disebut juga dengan istilah ( Ashru at-tahdib wa at-tartib wa al-istidraqi wa-fahmi) “ pengkajian dan penyusunan secara sistemtis terhadap hadist”  pada masa inilah munculya istilah-istilah seperti istikhraj yaitu mengambil suatu hadist kemudian meriwayatkan dengan sanad sendiri yang lain dari sanad awal. Kemudian istidrak mengumpulkan hadist yang memiliki syarat-syarat bukhari dan muslim atau salah satunya yang kebetulan tidak diriwayatkan dan di shahihkan oleh bukhari dan muslim. Ulama-ulama pada mas ini seperti ibnu khuzaimah dan al hakim serta yang lainnya. Masa ini sering disebut dengan priode mutaakhirin.
7.      Priode 656 H-Sekarang 
Sesudahnya meninggal khalifah abasyiah ke XVII yaitu al-mu’tashim (w. 656 H)-Sekarang. Priode ini dinamakan (ahdu as-sarki wa al-ja’mi wa at-takhriji wa al-batshi) “ masa penyebaran, penghimpunan, pentakhrijan dan pembahasan.
Usaha yang dilakukannya adalah menterbitkan isi-isi kitab-kitab hadist, mengirimnya dan menyusun kitab enam takhrij dan kitab-kitab jami yang umum.
Disusunnya kitab-kitab zawaid usaha menghimpun hadist yang terdapat pada kitab-kitab hadist sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu diantaranya kitab zawai’d yang disusun oleh ibnu majah dan diantara tokohnya adalah ibnu katsir dan as-suyuti.















Referensi
1.      Ushul al-hadist, pokok-pokok ilmu hadist, Dr. Muhamad Ajjaj al-khathib
2.      Ulumul hadist, Drs. M. Agus solahudin M. Ag, dan Agus suyadi LC, M. Ag

3.      Syudi ilmu hadist, M nur ichwan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar