Sejarah Perkembangan
dan Kondifikasi Hadist Nabawi
A.
Masa pertumbuhan dan perkembangan
1. Hadist pada zaman rasulallah S.A.W
Hadist
pada zaman rasulallah S.A.W adalah masa turunnya wahyu dan pembentukan syariat
islam dan pada masa ini hadist belum adanya perhatian serius karena para
sahabat langsung menanyakan masalah kepada rasulallah dan ia mengingatnya dengan
ingatan hafalan mereka yang kuat.
Pada zaman ini juga
rasulallah pernah melarang sahabatnya untuk menulis hadist-hadist yang ia
dapatkan “dan janganlah kalian menulis
dariku salain al-quran dan barang siapa yang menulis dariku selain al-quran
maka hapuslah” tapi hadit ini hanya
berhubungan dengan kehati-hatian nabi karena takut sahabat lebih mengutamakan
hadist dibanding al-quran serta dikhawatirkan akan bercampurnya al-quran dengan
hadist. Setelah itu ada sahabat yang menanyakan kembali karena ia jauh dari nabi
dan jika ia tidak menulisnya maka ia akan sulit untuk menyampaikan pada yang
lain lagi, dan akhirnya rasulallah pun menjawab pertanyaan orang itu dangan
sabdanya “ tulislah dariku maka demi jiwa pemiliki diriku yang ada pada tangganNya
tidaklah keluar dari mulutku kecuali kebenaran”. Tapi hadist ini bukan
untuk umum tapi hanya ditujukan untuk orang itu akan tetapi rasulallah juga
tidak melarang sahabatnya untuk menulis hadit setelah al-quran selesai
diturunkan.
Penulisan hadits yang
di izinkan oleh rasul adalah penulisan yang tidak dijadikan sebagai bahan
bacaan umum di kalangan sahabat. Oleh karena itu, rasul tidak memerintah
seorang pun untuk menulis hadits seperti perintah beliau untuk menulis Alquran.
Beliau hanya memberi izin penulisan itu kepada beberapa sahabat secara individu
dan mereka tidak pernah tukar menukar catatan hadits. Tulisan hadits yang
mereka miliki hanya mereka simpan sebagai penguat hapalan mereka. Baru setelah
ilmu Alquran tersebar luas, para penghapal dan pembacanya telah banyak dan
telah diyakini bahwa Alquran telah dapat menjiwai seluruh masyarakat serta
tidak lagi dikhawatirkan bercampur dengan yang lain, maka umat islam mulai
melangkah dalam pembukuan hadits dengan melibatkan peran serta masyarakat umum
dan tulisan-tulisan hadits pun mulai beredar.
Sebenarnya penulisan hadits di masa Rasulullah saw
telah mencakup sejumlah besar hadits yang bila dikumpulkan akan menjadi sebuah
kitab yang cukup tebal. Di antara tulisan hadits pada waktu itu adalah sebagai
berikut:
a)
Al-Shahifah al-Shadiqah
Ditulis oleh Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berkata:
“saya hapal seribu buah kata mutiara dari Nabi saw”. Ia sangat menghargai
tulisannya itu, ia berkata: “tidak ada yang lebih menyenangkan diriku di dunia
ini kecuali Al-Shahifah al-Shadiqah
dan al-Wahth”. Pada gilirannya shahifah
itu berpindah tangan kepada seorang cucunya, yaitu Amr bin Syu’aib. Imam Ahmad
dalam Musnad-nya meriwayatkan
sebagian besar isi Shahifah ini dalam
bab Musnad Abdullah bin Amr melalui
riwayat Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya.
b)
Shahifah Ali bin Abi
Thalib
Shahifah ini sangat tipis bedanya dan hanya berisi
hadits-hadits tentang ketentuan hukum diat
dan pembebasan tawanan.
c)
Shahifah Sa’ad bin
Ubadah
Sa’ad bin Ubadah adalah seorang sahabat senior
At-Turmudzi meriwayatkan dalam kitab sunan-nya dari Ibnu Sa’ad bin Ubadah, ia
berkata: “kami temukan dalam kitab Sa’ad bahwa Rasulullah saw menjatuhkan
hukuman berdasarkan sumpah dan seorang saksi”. Akan tetapi kita tidak temukan
selain hadits ini dari kitab ini. Namun, barangkali kebanyakan hadits yang
diriwayatkan dari Sa’ad adalah shahifah ini.
d)
Surat-surat Rasulullah saw kepada para gubernur dan
pegawai beliau berkenaan dengan pengaturan wilayah islam dan negara-negara
terdekat, serta penjelasan hukum-hukum agama. Surat-surat tersebut cukup banyak
jumlahnya. Semuanya mengandung sejumlah hukum dan akidah islamyang penting,
strategi pengembangannya, penjelasan nisab dan kadar zakat, diat, had, hal-hal
yang haram, dsb. Di antara surat-surat itu adalah:
1. Kitab zakat dan diat yang di kirimkan kepada Abu
Bakar Shiddiq, sebagaimana
diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya. Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan At-Turmudzi bahwa Rasulullah saw telah menulis surat tentang shadaqah, namun tidak
dikirimkan kepada siapa pun sampai beliau wafat.
2. Surat
beliau kepada Amr bin Hazm, salah seorang gubernur di Yaman. Surat ini berisi prinsip-prinsip ajaran islam
dan cara dakwahnya, masalah ibadah, nisab zakat, pajak, dan diat.
3. Surat
beliau kepada Wail bin Hujut, yang ditujukan untuk kaumnya di Hadramaut. Surat ini berisi prinsip
umum ajaran islam dan hal-hal haram yang sangat perlu diperhatikan.
e)
Surat-surat beliau kepada para raja dan pembesar
negara-negara tetangga serta para pemimpin bangsa Arab. Surat itu berisi seruan untuk masuk islam.
f)
Piagam-piagam perjanjian beliau dengan orang-orang
kafir, seperti perjanjian Hudaibiyah, perjanjian Tabuk, dan Piagam Madinah yang
mengatur kehidupan bersama antara umat islam dengan orang yahudi serta umat
lainnya yang berdekatan.
g)
Surat-surat yang beliau perintahkan agar dikirim
kepada beberapa orang sahabat berkenaan dengan berbagai instruksi dan informasi
seperti naskah khutbah beliau yang dikirimkan kepada Abu Syah al-Yamani.
2. Hadist pada zaman khulafaurasyidin
a. Abu bakar as syidiq
Hadist
pada zaman abu bakar tidak terlalu berkembang dikarenakan 3 faktor
1. Dia selalu dalam keadaan sibuk ketika
menjabat sebagai khalifah
2. Kebutuhan hadist tidak banyaK pada zaman
sesudahnya
3. Jarak waktu antara wafatnya rasulallah
dan beliau sangat singkat
b. Umar bin khatab
Pada masa umar mulai banyak periwayatan
hadist yang dilakukkan umat islam, dan tetap dalam kondisi kehati-hatian.
bahkan umar pernah melarang memperbanyak periwayatan hadist dikarenakan
kehawatiran beliau terhadap al-quran yang akan terbengkalai.
c. Utsman bin affan
Pada
masa utsman juga masih ada kehati-hatian walau tidak sekeras pada masa umar,
dan hadit mulai jauh lebigh berkembang dibandng masa umar, akan tetapi hal itu dikarenakan wilayah islam
yang semakin luas dan mengakibatkan
bertambahnya kesulitan pengendalian peeriwayatan hadist.
d. Ali bin abi thalib
Ali
sangat berhati-hati dalam meriwayatkan
hadist bahkan kehati-hatiannya itu ia lakukan dengan cara sumpah, maksudnya
adalah jika ia ingin meriwayatkan suatu hadist dari orang yang belum ia
percayai maka ia akan melakukan sumpah
terhdap orang tersebut. Pada masa ali jugalah mulai munculnya hadist-hadsit
yang tidak berkualiats (palsu)
dikarenakan adanya kekacauan politik.
3. Pada masa sahabat kecil dan tabi’in
Masa ini disebut dengan (Ashr intisyur
al-riwayah ila al-amshor) “ perkembangan dan meluasnya periwayatan hadist”
disinilah mulai hadist- hadist berkembang keberbagai posok daerah diakarenakan
pada masa kekhalifaan utsman bin affan banyak ulama-ulama yang pandai dalam
hadist dikirim keberbagai daerah kekuasaan islam.
4. Pada abad ke-II dan ke-III H
Masa
ini disebut juga dengan ( Ashr al-kitabah wa al-tadwin ) “ masa penulisan dan
pembukuan” dan ulama-ulama pada masa ini disebut dengan ulama-ulama muatqadimin
Pada
msaini hadist mulai adanya perhatian serius terutama pada pemeritahan bani
umayah tepatnya pada kekhalifaan umar bin abdul aziz ( 99 H ), dan pada masa
ini pulallah pembukuan hadist-hadist nabawi dapat terlaksana (101 H), ia memerintahkan abu hazm untuk
mengumpulkan hadist-hadist nabi dari kalangan ulama muhaditsin dan ulama yang
pertama kalinya membukukukan hadist-hadist nabi adalah Abu bakar muhamad bi
muslim bin ubaidillah bin syihab az-zuhr dan setelah itu dilanjutkan oleh
ibnu juraij (w. 150 H) dan generasai
setelahnya.
Akan
tetapi pembukuan ini masih belum sempurna dan disempurnakan pada peerintahan
bani abasiyah pada pertengahan abad ke-11 mulai terjadi pergerakantentang ilmu
hadist.
Diantara
kitab-kitab yang terkenal pada masa itu adalah al-muwatha karya imam malik,
al-musnad karya imam syafi’i dan setelah itu dilanjutkan kembali oleh ulama
ulama muhaditsin seperti imam bukhari, muslim, turmudzi, nasa’i dan lai-lain
sehingga munculah istilah kutubu sittah (kitab yang enam)
5. Masa mentashihkan dan menyusun
kaidah-kaidah hadist
Disinilah
pemilihan hadist-hadits berdasarkan rawy, sanadnya dan pembentukan
kaidah-kaidah hadist-hadist seperti syarat-syarat hadist shahih dan lain-lain.
6. Pada Abad ke IV-656 H
Masa
ini disebut juga dengan istilah ( Ashru at-tahdib wa at-tartib wa al-istidraqi
wa-fahmi) “ pengkajian dan penyusunan secara sistemtis terhadap hadist” pada masa inilah munculya istilah-istilah
seperti istikhraj yaitu mengambil suatu hadist kemudian meriwayatkan dengan
sanad sendiri yang lain dari sanad awal. Kemudian istidrak mengumpulkan hadist
yang memiliki syarat-syarat bukhari dan muslim atau salah satunya yang
kebetulan tidak diriwayatkan dan di shahihkan oleh bukhari dan muslim.
Ulama-ulama pada mas ini seperti ibnu khuzaimah dan al hakim serta yang
lainnya. Masa ini sering disebut dengan priode mutaakhirin.
7. Priode 656 H-Sekarang
Sesudahnya
meninggal khalifah abasyiah ke XVII yaitu al-mu’tashim (w. 656 H)-Sekarang.
Priode ini dinamakan (ahdu as-sarki wa al-ja’mi wa at-takhriji wa al-batshi) “
masa penyebaran, penghimpunan, pentakhrijan dan pembahasan.
Usaha
yang dilakukannya adalah menterbitkan isi-isi kitab-kitab hadist, mengirimnya
dan menyusun kitab enam takhrij dan kitab-kitab jami yang umum.
Disusunnya
kitab-kitab zawaid usaha menghimpun hadist yang terdapat pada kitab-kitab
hadist sebelumnya kedalam sebuah kitab tertentu diantaranya kitab zawai’d yang
disusun oleh ibnu majah dan diantara tokohnya adalah ibnu katsir dan as-suyuti.
Referensi
1.
Ushul
al-hadist, pokok-pokok ilmu hadist, Dr. Muhamad Ajjaj al-khathib
2.
Ulumul
hadist, Drs. M. Agus solahudin M. Ag, dan Agus suyadi LC, M. Ag
3.
Syudi
ilmu hadist, M nur ichwan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar